Sejarah Perpustakaan Bung Hatta Bukittinggi, Ikon Literasi dan Edukasi

perpustakaan proklamator bung hatta tampak depan

Bukittinggi – Perpustakaan Proklamator Bung Hatta di Bukittinggi bukan sekadar bangunan tempat menyimpan buku, melainkan simbol perjuangan literasi dan pendidikan bangsa. Dari awal berdirinya di sebuah rumah sakit hingga kini menjadi museum literasi dan wisata edukasi, perpustakaan ini telah melewati perjalanan panjang penuh sejarah.

Perpustakaan ini awalnya berdiri pada 1981 dengan nama Perpustakaan Proklamator Bung Hatta, di sebuah bangunan bekas Rumah Sakit Rivai, Bukittinggi. Kehadirannya tidak lepas dari penghargaan terhadap Bung Hatta, tokoh proklamator sekaligus “Bapak Koperasi Indonesia”, yang sepanjang hidupnya dikenal sebagai seorang intelektual, gemar membaca, dan menjadikan buku sebagai sahabat sejatinya.

Dalam perkembangannya, perpustakaan ini dipindahkan ke kawasan Bukit Gulai Bancah, masih di Kota Bukittinggi. Peresmian bangunan baru tersebut dilakukan pada 21 Mei 1990 oleh Presiden Soeharto. Langkah ini memperkuat peran Bukittinggi bukan hanya sebagai kota wisata sejarah, tetapi juga sebagai kota literasi yang menumbuhkan minat baca generasi muda.


Bung Hatta dan Warisan Literasi

Bung Hatta dikenal luas sebagai tokoh yang sangat dekat dengan dunia buku. Di masa mudanya, ia gemar membaca literatur Eropa, filsafat, hingga ekonomi yang kelak membentuk pemikirannya tentang kebangsaan dan kemandirian. Bahkan dalam masa pembuangan di Boven Digoel dan Banda Neira, buku tetap menjadi sahabat setianya.

Kebiasaan ini membentuk karakter Bung Hatta sebagai pemimpin yang tidak hanya berjuang secara politik, tetapi juga menekankan pentingnya pendidikan dan ilmu pengetahuan. Tidak heran bila ia berpesan: “Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.”


Dari Perpustakaan ke Museum Literasi

Seiring perjalanan waktu, Perpustakaan Bung Hatta kini tidak hanya difungsikan sebagai ruang baca, melainkan juga museum literasi. Di dalamnya tersimpan koleksi buku peninggalan Bung Hatta, arsip bersejarah, foto dokumentasi, hingga berbagai informasi mengenai perjalanan hidupnya.

Selain menjadi ruang edukasi, tempat ini juga dirancang sebagai destinasi wisata literasi bagi pelajar, mahasiswa, hingga wisatawan domestik maupun mancanegara. Lokasinya yang berada di jantung Bukittinggi membuat perpustakaan ini mudah diakses, sekaligus menjadi pelengkap dari deretan ikon wisata kota seperti Jam Gadang, Ngarai Sianok, dan Benteng Fort de Kock.


Peran di Era Modern

Dalam era digital saat ini, keberadaan Perpustakaan Bung Hatta tetap relevan. Tidak hanya sebagai tempat menyimpan buku fisik, perpustakaan ini juga telah mengembangkan layanan digital, diskusi literasi, dan pameran buku.

“Perpustakaan ini harus menjadi pusat inspirasi, bukan hanya tempat menyimpan sejarah, tetapi juga menumbuhkan budaya membaca di kalangan generasi muda,” ujar seorang pegiat literasi Bukittinggi.


Fakta Sejarah yang Perlu Diketahui

  1. Perpustakaan Bung Hatta pertama kali berdiri tahun 1981 di bekas Rumah Sakit Rivai.
  2. Bangunan permanen di Bukit Gulai Bancah diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 21 Mei 1990.
  3. Koleksi utama mencakup ribuan buku, termasuk literatur yang pernah dibaca Bung Hatta.
  4. Kini difungsikan juga sebagai museum literasi dan destinasi wisata edukasi.
  5. Bung Hatta adalah tokoh nasional yang sepanjang hidupnya menekankan pentingnya pendidikan dan literasi bagi bangsa.

Inspirasi untuk Generasi Muda

Melihat sejarah perpustakaan ini, jelas bahwa literasi bukan hanya soal membaca buku, melainkan membangun peradaban. Bung Hatta telah mencontohkan bagaimana pengetahuan bisa menjadi senjata dalam memperjuangkan kemerdekaan dan membangun bangsa.

Bagi generasi muda, berkunjung ke Perpustakaan Bung Hatta bukan sekadar jalan-jalan, tetapi juga sebuah pengalaman spiritual dan intelektual. Dari sana kita belajar bahwa membaca adalah kunci kebebasan, dan literasi adalah fondasi masa depan bangsa.


Pesan Inspiratif

Mari jadikan semangat Bung Hatta sebagai inspirasi. Di tengah derasnya arus digital dan media sosial, kita perlu kembali menumbuhkan budaya membaca. Karena dengan literasi, kita tidak hanya memperkaya diri, tetapi juga ikut menjaga warisan bangsa.

  • Total page views: 21,986
WhatsApp
Facebook
Email

Informasi Terbaru

Pilihan Editor